-KATA
PENGANTAR-
Puji
syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
anugerah-Nya makalah yang membahas tentang “Hapusnya Perikatan dan M.O.U” ini
dapat terselesaikan dengan baik. Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang
dialami oleh penyusun dalam proses pengerjaannya, namun melalui penugasan
makalah ini penyusun berusaha untuk melatih dan meningkatkan disiplin dalam belajar.
Secara
khusus makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tanggung jawab penyusun
sebagai mahasiswa, namun tidak menutup kemungkinan jika makalah ini nantinya
juga dapat bermanfaat untuk kepentingan umum. Dalam makalah ini, penyusun
berusaha untuk memaparkan tentang proses hapusnya perikatan berdasarkan pasal
1381 KUH Perdata, pengertian MoU, serta kedudukan hukum dan doktrin-doktrin
terkait yang dipakai sebagai dasar dalam hukm kontrak.
Akhir
kata, penyusun mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan
dukungan dalam penyelesaian makalah ini, sehingga dapat terselesaikan sesuai
dengan waktu yang telah ditetapkan. Tentunya penyusun berharap agar hasil dari
makalah ini dapat bermanfaat dalam memenuhi kewajiban dan tanggungjawab
penyusun sebagai mahasiswa serta juga dapat bermanfaat untuk umum. Mungkin dalam
penyusunannya makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
penyusun berharap masukan dan saran dari dosen pembimbing pada khususnya dan
pembaca pada umumnya demi penyempurnaan dalam pengerjaan makalah berikutnya.
-DAFTAR ISI-
Kata Pengantar.................................................................................................
i
Daftar Isi............................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah......................................................................................... 3
C. Batasan Masalah........................................................................................... 3
D. Tujuan Penulisan........................................................................................... 3
E. Manfaat Penulisan......................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Hapusnya Perikatan......................................................................................
3
B. Pengertian MoU (Memorandum
Of Understanding)...................................
5
C. Struktur Dalam Surat Perjanjian MoU dan
Contoh Surat MoU
Secara Umum...............................................................................................
16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
19
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia hidup dan berkembang dalam suatu susunan
masyarakat sosial yang mana di dalamnya terdapat saling ketergantungan satu
sama lain, seorang manusia tidak akan dapat hidup sendiri dan akan selalu
membutuhkan orang yang lain untuk mendampingi hidupnya. Berbicara mengenai
kehidupan masyarakat tentu tidak terlepas dari yang namanya kehidupan sosial,
dalam struktur kehidupan bermasyarakat tentu terdapat berbagai hal yang
dianggap sebagai pengatur yang bersifat kekal, mengikat dan memiliki sanksi
yang tegas bagi para pelanggarnya. Hal tersebut dapat dikatakan
sebagai hukum. Hukum yang kini akan kita bahas merupakan
hukum yang mengatur segala bentuk tindakan antar perseorangan atau antar sesama
manusia, hukum ini dapat kita sebut sebagai hukum perdata.
Dalam hukum perdata ini banyak sekali hal yang dapat
menjadi cakupannya, salah satunya adalah perikatan. Perikatan adalah suatu
hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di
mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas
sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum,
akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan
perikatan.
Di dalam hukum perikatan setiap orang dapat mengadakan
perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimana pun,
baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak, inilah yang disebut dengan
kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak
melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang. Di dalam
perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu.
Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan
yang sifatnya positif, halal, tidak
melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian.
Pada pasal 1381 KUH Perdata mengatur berbagai cara
hapunya perikatan-perikatan
untuk perjanjian dan perikatan yang lahir dari undang-undang dan berbagai cara
yang ditunjukan oleh pembentuk undang-undang
itu tidaklah bersifat membatasi para pihak untuk menciptakan cara yang lain
untuk menghapuskan suatu perikatan. Juga
cara-cara yang tersebut dalam
pasal 1381 KUH Perdata
itu tidaklah lengkap, karena
tidak mengatur misalnya hapusnya perikatan,
karena meninggalnya seorang dalam suatu perjanjian yang prestasinya hanya dapat
dilaksanakan oleh salah satu pihak.
Lima cara pertama yang tersebut di dalam
pasal 1381 KUH perdata menunjukan bahwa kreditur tetap menerima prestasi dari
debitur, dalam cara ke enam yaitu
pembebasan hutang, maka kreditur tidak menerima prestasi, bahkan sebaliknya yaitu
cara sukarela melepaskan haknya atas prestasi. Pada empat cara terakhir
dari pasal 1381 KUH Perdata maka kreditur tidak menerima prestasi, karena
perikatan tersebut gugur ataupun dianggap telah gugur. Untuk mengetahui di manakah
pengaturan dari berlakunya suatu syarat batal, sebagai salah satu cara hapusnya
perikatan maka kita harus melihat kepada bab 1 KUH Perdata yaitu berturut-turut pasal 1253 dan
seterusnya sampai dengan pasal
1266 KUH Perdata.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana proses hapusnya perikatan menurut Pasal 1381 KUH Perdata ?
2. Apakah yang dimaksud dengan MoU ?
3. Bagaimana kedudukan hukum MoU dan doktrin-doktrin yang dipakai sebagai
dasar
hukum kontra ?
C.
Batasan Masalah
Agar pembahasan dalam makalah ini lebih
terarah, terfokus dan
tidak terlalu meluas,
maka penyusun membatasi
bidang kajian yang dibahas mengenai uraian tentang proses hapusnya perikatan berdasarkan
Pasal 1381 KUH Perdata, pengertian tentang MoU, serta kedudukan hukum MoU dan
doktrin-doktrin terkait yang dipakai sebagai dasar dalam hukum kontrak.
D.
Tujuan Penulisan
1. Memahami proses hapusnya perikatan
menurut Pasal 1381 KUH Perdata
2. Memahami pengertian MoU
3.
Memahami
kedudukan MoU dan doktrin-doktrin yang dipakai sebagai dasar hukum kontrak
E.
Manfaat Penulisan
1. Memenuhi tanggung jawab penyusun sebagai mahasiswa untuk menyelesaikan
tugas sebagai proses pembelajaran pada matakuliah Aspek Hukum Dalam Ekonomi
2.
Memberikan
referensi untuk umum mengenai bahasan
materi Hapusnya Perikatan dan MoU
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hapusnya Perikatan
Menurut
ketentuan Pasal 1381 KUHP, ada
10 cara hapusnya perikatan, yaitu:
1) Karena
pembayaran;
2) Karena
penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
3) Karena
pembaharuan utang;
4) Karena
perjumpaan utang atau kompensasi;
5) Karena
percampuran utang;
6) Karena
pembebasan utang;
7) Karena
musnahnya barang yang terutang;
8) Karena
kebatalan atau pembatalan;
9) Karena
berlakunya suatu syarat-batal;
10) Karena lewatnya waktu.
Pada pasal 1381 KUH Perdata
mengatur berbagai cara hapunya perikatan-perikatan
untuk perjanjian dan perikatan yang lahir dari undang-undang dan cara-cara yang ditunjukan oleh pembentuk
undang-undang itu tidaklah
bersifat membatasi para pihak untuk menciptakan cara yang lain untuk menghapuskan
suatu perikatan. Juga cara-cara
yang tersebut dalam pasal 1381 KUH perdata itu tidaklah lengkap, karena
tidak mengatur misalnya hapusnya perikatan, karena meninggalnya seorang dalam
suatu perjanjian yang prestasinya hanya dapat dilaksanakan oleh salah satu
pihak.
Lima cara pertama yang tersebut di dalam pasal 1381 KUH Perdata menunjukan bahwa
kreditur tetap menerima prestasi dari debitur, dalam
cara ke enam yaitu pembebasan hutang, maka kreditur tidak menerima prestasi, bahkan
sebaliknya yaitu cara sukarela melepaskan haknya atas prestasi. Pada empat cara terakhir
dari pasal 1381KUH perdata maka kreditur tidak menerima prestasi, karena
perikatan tersebut gugur ataupun dianggap telah gugur.
1.
Pembayaran
Pemenuhan Prestasi
Pasal
1382 KUH Perdata menyatakan bahwa “Tiap-tiap
perikatan dapat dipenuhi oleh siapa saja yang berkepentingan, sepertinya
seorang yang turut berutang atau seorang penanggung utang”. Yang dimaksud dengan
pembayaran oleh hukum
perikatan bukanlah sebagaimana ditafsirkan dalam bahasa pergaulan sehari-hari, yaitu pembayaran
sejumlah uang, tetapi setiap tindakan, pemenuhan prestasi, walau bagaimanapun sifat-sifat dari prestasi itu. Penyerahan barang oleh
penjual, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu adalah merupakan pemenuhan
dari prestasi atau tegasnya adalah “pembayaran“. Dengan
terjadinya pembayaran, maka terlaksanalah
perjanjian kedua belah pihak.
v
Pihak yang Berwajib
Membayar hutang
a.
Debitur
Pasal 1382 KUHPerdata mengatur tentang orang-orang selain dari debitur sendiri. Mereka yang mempunyai
kepentingan misalnya kawan berutang (mede
schuldenaar) dan seorang penanggung (borg). Seorang pihak ketiga yang
tidak mempunyai kepentingan asal saja orang pihak ketiga itu bertindak atas
nama dan untuk melunasi utangnya debitur atau pihak ketiga itu bertindak atas
namanya sendiri, asal ia tidak menggantikan hak-hak kreditur.
b.
Kawan berhutang dan
penanggung adalah mereka yang mempunyai hubungan dengan pihak debitur dan isi
perjanjian yang ada antara debitur dan kreditur. Bahwa mereka berkepentingan agar perjanjian itu terlaksana. Apabila tidak, mereka
dapat ditegur dan mempunyai kewajiban untuk memenuhi perjanjian tersebut. Mereka
yang sama sekali tidak mempunyai kepentingan, yang melaksanakan pembayaran atas
nama debitur dan membebaskan debitur itu dari kewajibanya ialah pesuruh (last
hebber) dan seorang yang mengurus kepentingan orang
lain secara sukarela (pasal 1354 KUH perdata pasal 1358 KUH perdata). Seorang pihak ke tiga dapat
juga melaksanakan prestasi atas namanya sendiri dengan syarat bahwa dengan
pemenuhan prestasi tadi debitur bebas dari hutangnya dengan perkataan lain
pihak ke tiga yang atas namanya melaksanakan prestasi tersebut tidak
menggantikan kedudukan debitur lama (subrogasi).
v
Yang Berhak Menerima Pembayaran
Mereka yang berhak menerima pembayaran
menurut Pasal 1385 KUHPerdata, adalah:
(1) Kreditur
sendiri,
(2) Seorang yang diberi kuasa oleh kreditur,
(3) Seorang yang diberi kuasa oleh Hakim atau
oleh undang-undang
Walaupun undang-undang telah menemukan
pihak-pihak yang berhak menerima pembayaran, maka penentuan ini tidak
bersifat mutlak karena masih diberikan kemungkinan bagi debitur untuk
membayarkan, prestasi pada orang yang tidak berhak menerima pembayaran asal
memenuhi syarat yaitu kreditur membenarkan pembayaran tersebut atau nyata-nyata
telah mendapat manfaat daripadanya.
v
Tempat Pembayaran
Pada dasarnya pembayaran dilakukan di
tempat yang diperjanjikan. Apabila di dalam perjanjian tidak ditentukan “tempat
pembayaran” maka pembayaran terjadi:
(a)
Di tempat di mana barang
tertentu berada sewaktu perjanjian
dibuat, apabila perjanjian itu adalah mengenai barang tertentu.
(b)
Di tempat kediaman
kreditur, apabila kreditur secara tetap bertempat tinggal di kabupaten
tertentu.
(c)
Di tempat debitur apabila kreditur
tidak mempunyai kediaman yang tetap.
Bahwa tempat pembayaran yang dimaksud oleh
pasal 1394 KUH perdata adalah bagian perikatan untuk menyerahkan suatu benda
dan bukan bagi perikatan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Kedalam perikatan ini masuklah
utang uang yang pembayarannya harus diantarkan ketempat kreditur
Subrogasi
Subrogasi = pengganti kedudukan kreditur
(1)
karena persetujuan (Pasal
1401 BW )
a.
Kreditur menerima pembayran dari
pihak ke III orang ini menggantikan hak-hak gugatan, hak istimewa dan hipotik
yang dipunyainya.
b.
Apabila
debitur meminjam sejumlah uang untuk melunasi hutangnya maka: orang yang meminjamkan uang
(pihak III) menggantikan hak-hak si berpiutang
c.
Agar subrogasi sah harus
dibuat dengan akte otentik
(2)
subrogasi karena UU (Pasal
1402 BW)
a.
Kreditur
membiayai piutang kreditur lain berdasarkan => hak-hak istimewanya, hipotik
dan mempunyai hak hak lebih tinggi/Privilege
b.
Pembelian
benda yang tidak bergerak memakai uang harga barang tersebut. Melunasi piutang lain, kepada siapa
benda itu diperikatkan dalam hipotik
c.
Untuk
seorang bersama orang lain atau untuk orang-orang lain diwajibkan membayar
hutang, berkepentingan untuk melunasi hutang itu
d.
Seorang
ahli waris yang menerima hak istimewa untuk mengadakan pencatatan keadaan harta
warisan, telah membayar hutang-hutang warisan dengan uangnya sendiri.
2.
Penawaran Pembayaran Tunai, Diikuti Oleh Penyimpanan atau
Penitipan
a.
Penawaran
Pembayaran oleh Debitur
Pasal 1404: “Jika si berpiutang menolak
pembayaran, maka si berutang dapat melakukan penawaran pembayaran tunai apa
yang diutangnya, dan jika si berpiutang menolaknya. Menitipkan uang atau
barangnya kepada Pengadilan”.
b.
Syarat-syarat
Pembayaran
Prosedur penawaran tersebut diatur oleh Pasal
1405 KUH Perdata. Penawanan tersebut
dilakukan oleh Notaris atau juru sita, kedua-duanya disertai 2 (dua) orang
saksi. Apabila kreditur menolak penawaran tersebut, maka debitur menggugat kreditur
di depan Pengadilan Negeri dengan
permohonan agar penawaran tersebut disahkan.
c. Biaya
Pasal 1407: “Biaya yang dikeluarkan
untuk menyelenggarakan penawaran pembayaran tunai dan penyimpanan harus dipikul
oleh si berpiutang jika perbuatan.perbuatan itu telah dilakukan menurut
undang-undang”.
d. Hak Debitur Mengambil Titipan
Pasal 1408: “Selama
apa yang dititipkan tidak diambil oleh si berpiutang, si berutang dapat
mengambilnya kembali dalam hal itu orang-orang yang turut berutang dan para
penanggung utang tidak dibebaskan”.
e. Hak Debitur untuk Mengambil Titipan Gugur
Pasal 1409: “Apabila si berutang
sendiri sudah memperoleh suatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan
mutlak, dan dengan putusan itu penawaran yang dilakukahnya telah dinyatakan
sah, ia tidak dapat lagi mengambil kembali apa yang dititipkan untuk kerugian
teman.temannya berutang dan para penanggung utang, meskipun dengan izin si
berpiutang”.
f. Jangka Waktu Pemberian
Utang
Pasal 1410: “Para
kawan berutang dan para penanggung utang dibebaskan juga, jika si berpiutang
semenjak hasil pemberitahuan penyimpanan telah melampaukan 1 (satu) tahun,
tanpa menyangkal sahnya penyimpanan itu”.
g. Hak Kreditur Gugur untuk Mendapat Pembayaran
Pasal 1411: “Si berpiutang yang telah
mengizinkan barang yang dititipkan itu diambil kembali oleh si berutang setelah
penitipan dikuatkan dengan putusan Hakim yang telah memperoleh kekua tan mutlak
tidak dapat lagi untuk mendapat pembayaran piutangnya, menggunakan hak-hak
istimewanya atau hipotik-hipotik yang melekat pada piutang tersebut”.
h. Kewajiban Debitur Memberi Peringatan Kepada
Kreditur Melalui Pengadilan
Pasal 1412: “Jika
apa yang harus dibayarkan berupa sesuatu barang yang harus diserahkan ditempat
di mana barang itu berada, maka si berhutang harus memperingatkan si berpiutang
dengan perantaraan Pengadilan supaya mengambilnya dengan sepucuk akta yang
harus diberitahukan kepada si berpiutang pribadi atau kepada alamat tempat
tinggalnya maupun
kepada alamat tempat tinggal yang dipilih untuk pelaksanaan persetujuan. Jika
peringatan ini telah dijalankan dan si berpiutang tidak mengambil barangnya
maka si berutang dapat diizinkan oleh Hakim untuk menitipkan barang tersebut di
suatu tempat lain”.
3.
Pembaharuan Utang (Novasi)
a. Bentuk Novasi
Pasal 1413: “Ada
3 (tiga) macam jalan untuk melaksanakan pembaharuan utang. Novasi menurut Pasal 1413
KUH Perdata
terjadi dalam 3 (tiga) bentuk yaitu:
·
Debitur dan kreditur
mengadakan perjanjian baru, dengan mana perjanjian lama dihapuskan.
·
Apabila terjadi penggantian
debitur, dengan penggantian mana debitur lama dibebaskan dan perikatannya.
·
Apabila terjadi penggantian
kreditur dengan, mana kreditur lama dibebaskan dan perikatannya.
b. Syarat-syarat Novasi
Pasal 1414: “Pembaharuan utang hanya
dapat terlaksana antara orang-orang yang cakap untuk mengadakan perikatan-perikatan”.
c. Kehendak dan Pelaksanaan dari Novasi Dinyatakan
Secara Tegas
Pasal 1415: “Tiada pembaharuan utang
yang dipersangkakan kehendak seorang untuk mengadakannya harus dengan tegas
ternyata dan perbuatannya”.
d. Penunjukan Debitur Baru
Pasal 1416: “Pembaharuan utang dengan
penunjukan seorang berutang untuk mengganti yang lama, dapat dijalankan tanpa
bantuan orang berutang yang pertama”.
e. Pemindahan atau Delegasi
Pasal
l417: “Delegasi atau pemindahan,
dengan mana seorang berutang memberikan kepada orang yang mengutangkan padanya seorang berutang baru yang mengikat
dirinya kepada si berpiutang, tidak menerbitkan suatu pembaharuan utang, jika
si berpiutang tidak secara tegas menyatakan bahwa ia bermaksud membebaskan
orang berutang yang melakukan pemindahan itu dan perikatannya.”
f.
Kreditur
tidak dapat Menuntut Debitur dan Dibebaskannya Utangnya
Pasal 1418: “Si berpiutang yang
membebaskan si berutang yang telah, melakukan pemindahan, tidak dapat menuntut
orang tersebut, jika orang yang ditunjuk untuk menggantikan itu jatuh dalam
keadaan pailit atau nyata-nyata tak mampu, terkecuali jika hak penuntutan, itu dengan
tegas dipertahankan dalam persetujuan, atau jika orang berutang yang ditunjuk
sebagai pengganti itu pada saat pemindahan telah nyata-nyata bangkrut, atau
telah berada dalam keadaan terus-menerus merosot kekayaannya”.
Perbedaan Novasi dengan Cassie:
·
Novasi dapat terjadi secara
lisan/tertulis sedangkan Cassie
harus tertulis, otentik atau dibawah tangan
·
Novasi pada umumnya hak
accessoir tidak berpindah pindah, Cassie
ikut berpindah
·
Novasi diperlukan bantuan
Debitur, Cassie tidak diperlukan
bantuan Debitur cukup dengan pemberitahuan
Perbedaan Novasi dengan Subrogasi:
·
Novasi terjadi karena
perjanjian para pihak, Subrogasi
penetapan UU
·
Novasi disimpulkan dari
perbuatan mereka ( pasal 1415 BW ), Subrogasi
dilakukan secara tegas dalam perjanjian
·
Novasi hak-hak accessoir
(misal : Hipotik ) pada umumnya tidak berpindah, Subrogasi
semua hak hipotik perjanjian lama ikut berpindah kepada kreditur
4.
Kompensasi Atau Perjumpaan
Utang
a.
Kompensasi
Pasal 1425: “Jika
2 (dua) orang saling berutang 1 (satu) pada yang lain, maka terjadilah antara
mereka suatu perjumpaan, dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut
dihapuskan, dengan cara dan dalam hal-hal yang akan disebutkan sesudah ini”.
b.
Permintaan
Pembayaran
Pasal 1428: “Suatu
penundaan pembayaran yang diberikan kepada seorang tidak menghalangi suatu
perjumpaan”.
c.
Tempat
Pembayaran
Pasal 1432: “Jika
utang-utang dari kedua belah pihak tidak harus dibayar tempat yang sama, maka
utang-utang itu tidak dapat diperjumpakan, selain dengan penggantian biaya pengiriman”.
d.
Perjumpaan
Berbagai Utang yang Ditagih dari Satu Orang
Pasal 1433: “Jika
terdapat berbagai utang yang dapat diperjumpakan dan harus ditagih dari satu
orang, maka dalam hal melakukan perjumpaan, harus diturut peraturan-peraturan
yang ditulis dalam Pasal 1399”.
5.
Percampuran Utang
a.
Percampuran
Utang Terjadi Demi Hukum
Pasal 1436: “Apabila
kedudukan-kedudukan sebagai orang berpiutang dan orang berutang berkumpul pada
1 (satu) orang, maka tenjadilah demi hukum suatu percampuran utang, dengan mana
piutang dlhapuskan”.
b.
Percampuran
Utang pada yang Berutang Pertama Berlaku Juga untuk Para Penanggung Utang
Pasal 1437: “Percampuran
utang yang terjadi pada dirinya si berutang-utama, berlaku juga untuk
keuntungan para penanggung utangnya”.
6.
Pembebasan Utang
a.
Pembebasan Utang Tidak Dipersangkakan tetapi Harus
Dibuktikan
Pasal 1438: “Pembebasan
suatu utang tidak dipersangkakan, tetapi harus di buktikan”.
b.
Bukti
Pembebasan Utang
Pasal 1439: “Pengembalian
sepucuk tanda piutang asli secara sukarela oleh si berpiutang kepada si
berutang merupakan suatu bukti tentang pembebasan utangnya, bahkan terhadap
orang-orang lain yang turut berutang secara tanggung-menanggung”.
c.
Pengembalian
Gadai
Pasal 1441: “Pengembalian
barang yang diberikan dalam gadai tidaklah cukup dijadikan persangkaan tentang
pembebasan utangnya”.
d.
Pembebasan yang Berutang-utang Pertama
Pasal 1442: “Pembebasan
suatu utang atau penglepasan menurut persetujuan yang diberikan ke si berutang
utama, membebaskan para penanggung utang.
e.
Pembayaran
oleh Penanggung
Pasal 1443: “Apa
yang si berpiutang telah terima dari seorang Pembayaran penanggung utang
sebagai penglunasan penanggungannya, harus dianggap telah dibayarkan untuk
mengurangi utangnya, dan harus digunakan untuk penglunasan si berutang utama
dari para penanggung Iainnya”.
7.
Musnahnya Barang Yang
Terutang
a.
Force
Majeur dan Akibatnya dalam Perikatan
PasaI 1444: “Jika
barang tertentu yang menjadi bahan persetujuan, musnah tidak dapat lagi
diperdagangkan, atau hilang, sedemikian sehingga sama sekali tak diketahui
apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah
atau hilang di luar salahnya si berutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya”.
b.
Kewajiban
Debitur Jika Terjadi Force Majeur
Pasal 1445: “Jika
barang yang terutang di luar salahnya si berutang, musnah, tidak lagi dapat
diperdagangkan atau hilang, maka si berutang, jika Ia mempunyai hak-hak atau
tuntutan-tuntutan ganti rugi mengenai barang tensebut, diwajibkan memberikan
hak-hak tuntutan-tuntutan tersebut kepada yang mengutangkan padanya”.
8.
Kebatalan Dan Pembatalan
Perikatan
a.
Perjanjian
yang Diikat oleh Pihak yang Tidak Cakap
Pasal 1446: “Semua
perikatan yang dibuat oleh orang-orang parjanjian belum dewasa atau orang-orang
yang ditaruh di bawah pengampuan, adalah batal demi hukum, dan atas penuntutan
yang dimajukan oleh atau dari pihak mereka, harus dinyatakan batal, semata-mata
atas dasar kebelum-dewasaan atau pengampuannya”.
b.
Syarat-syarat
Mengajukan Pembatalan oleh Mereka yang Tidak Cakap dalam Hukum
Pasal 1447: “Ketentuan
dalam pasal yang baru tidak berlaku terhadap perikatan-perikatan yang
diterbitkan dan suatu kejahatan atau pelanggaran, atau dari suatu perbuatan
yang telah menerbitkan kerugian bagi seorang lain”.
c.
Pembatalan
Perjanjian yang Cacat pada Syarat Subjektif
Pasal 1449: “Perikatan-perikatan
yang dibuat dengan paksaan, kekhilafan atau penipuan, menerbitkan suatu
tuntutan untuk membatalkannya”.
d.
Akibat
Hukum dan Pembatalan
Pasal 1450: “Dengan
alasan dirugikan orang-orang dewasa dan juga orang-orang belum dewasa, apabila mereka itu dianggap sebagai orang dewasa, hanyalah dapat
menuntut pembatalan perikatan-perikatan yang
telah mereka perbuat, dalam hal-hal khusus yang ditetapkan dengan
undang-undang”.
e. Pemulihan ke Keadaan Semula
Pasal 1452: “Pernyataan
batal berdasarkan paksaan, kekhilafan atau penipuan juga berakibat bahwa barang
dan orang-orangnya dipulihkan dalam keadaan sewaktu sebelum perikatan dibuat”.
f. Ganti Rugi
Pasal 1453: “Dalam
hal-hal yang diatur dalam Pasal 1446 dan Pasal 1449, orang terhadap siapa
tuntutan untuk pernyataan batal itu dikabulkan, selama itu, diwajibkan pula
mengganti biaya kerugian dan bunga jika ada alasan untuk itu”.
9.
Berlaku Syarat Pembatalan
Yang dimaksud dengan syarat disini ialah yang ketentuan isi
perjanjian jika syarat tidak dipenuhi maka perikatan batal, Contoh:
·
A menyewakan pekarangan
pada B dengan syarat untuk ditanami sayuran dan harus ditanam sendiri dengan
ancaman batal
·
Setelah sewa berjaalan,
ternyata disewakan lagi pada oranhg lain dengan bagi hasil
·
Sejak perikatan bagi oleh B
dengan orang lain maka perjanjian batal
10. Lampau
waktu ( Verjaring/Daluarsa)
Dalam pasal 1963 BW “barang
siapa dengan itikad baik dalam berdasarkan atas hak yang sah memperoleh benda
tidak bergerak, suatu bunga atau suatu piutang yang tidak harus dibayar
memperoleh hak atasnya karena
jalan daluarsa 20
tahun ada titel, 30 tahun tanpa menunjukan alasan hak.
Unsur-unsur daluarsa:
·
Ada itikad baik
·
Ada alasan hak yang sah
·
Menguasai barang itu terus
menerus dalam 20 tahun
atau 30 tahun tanpa ada yang menggugatnya
Barang bergerak Pasal 1977 BW:
·
Siapa menguasai dianggap
dialah pemiliknya
·
Jika ada yang kecurian,
kehilanhgan dalam jangka waktu 3 tahun sejak hilang, ia dapat menuntut kembali barang yang hilang
·
Pemegang barang terakhir
kepada orang yang menjual/menyerahkan kepadanya suatu ganti rugi
Daluarsa tidak berjalan/tidak berlaku dalam hal-hal
sebagai berikut:
·
Terhadap anak belum dewasa
·
Terhadap seorang istri
selama perkawinan
·
Terhadap piutang yang
digantungkan dengan syarat penuntutan selama syarat itu tidak dipenuhi
·
Terhadap seorang ahli waris yang menerima suatu
warisan dengan hak istimewa yang membuat pendaftaran harta peninggal mengenai
harta terhadap piutang-piutang terhadap harta peninggalan.
B.
Pengertian MoU (Memorandum Of
Understanding)
Memorandum of understanding atau
biasa dikenal dengan istilah MoU adalah surat yang digunakan untuk melakukan kerjasama dari dua
belah pihak yang berbeda. Istilah memorandum of understanding berasal dari dua kata, yaitu memorandum dan understanding. Secara
gramatikal memorandum of
understanding diartikan sebagai nota kesepahaman. Dalam Black's Law
Dictionary, yang diartikan memorandum adalah: "dasar untuk memulai
penyusunan kontrak secara formal pada masa datang (is to serve as the basis of future formal contract). Understanding diartikan
sebagai: An implied agreement
resulting from the express term of another agreement, whether written or oral.
Artinya, pernyataan persetujuan secara tidak langsung terhadap hubungannya
dengan persetujuan lain, baik secara lisan maupun secara tertulis. Dari
terjemahan kedua kata itu, dapat dirumuskan pengertian memorandum of understanding.
Memorandum of understanding adalah
dasar penyusunan kontrak pada masa datang yang didasarkan pada hasil
permufakatan para pihak, baik secara tertulis maupun lisan.
Munir Fuady, mengartikan memorandum of understanding sebagai berikut: "Perjanjian
pendahuluan, dalam arti nantinya akan diikuti dan dijabarkan dalam perjanjian
lain yang mengaturnya secara detail, karena itu, memorandum of understanding berisikan hal-hal yang pokok
saja. Adapun mengenai lain-lain aspek dari memorandum of understanding relatif sama dengan
perjanjian-perjanjian lain". Erman Rajagukguk mengartikan memorandum of understanding sebagai
berikut: "Dokumen yang
memuat saling pengertian di antara para pihak sebelum perjanjian dibuat. Isi
dari memorandum of
understanding harus dimasukkan ke dalam kontrak, sehingga ia
mempunyai kekuatan mengikat" (Erman Raj agukguk, tt: 4).
Unsur-unsur yang terkandung dalam definisi ini, adalah:
1. memorandum of understanding sebagai perjanjian pendahuluan;
2. Isi memorandum
of understanding adalah mengenai hal-hal yang pokok; dan
3. Isi memorandum
of understanding dimasukkan dalam kontrak.
Perjanjian
pendahuluan merupakan perjanjian awal yang dilakukan oleh para pihak. Isi memorandum of understanding mengenai
hal-hal yang pokok saja, maksudnya substansi memorandum of understanding itu hanya berkaitan dengan
hal-hal yang sangat prinsip. substansi memorandum of understanding ini nantinya akan menjadi
substansi kontrak yang dibuat secara lengkap dan detail oleh para pihak.
MoU menurut beberapa ahli memiliki unsur
diantaranya:
1. Merupakan Kesepakatan Pendahuluan
2. Muatan isi surat Merupakan hal hal yang diutamakan
3. Muatan isi surat di tuangkan dalam bentuk
kontrak yang dibarengi dengan peraturan dan konsekuensi yang mengikat kedua
belah pihak.
Apabila salah satu pihak melanggar
perjanjian yang terdapat dalam surat MoU, hal yang dapat dilkukan oleh pihak
yang membuat perjanjian berdasarkan surat MoU yang disepakati adalah sebagai
berikut:
1.
Surat MoU Resmi
Surat Resmi yang memliliki kekuatan untuk
memaksa kedua belah pihak untuk saling mentaati kesepakatan yang tertulis di surat MoU. Jika salah satu pihak ada yang melanggar
kesepakatan pokok yang terdapat di MoU maka mereka yang tersakiti di bolehkan
untuk menuntut kepada pihak berwajib untuk segera memproses-nya lewat jalur
hukum.
2.
Surat MoU Tidak Resmi
Surat MoU hanya sebagai bukti dari sebuah kesepakatan yang harus diikuti
dengan perjanjian lain maka menurut KUH Perdata kekuatannya hanya sebatas moral saja
tak dengan kata lain gentlemen agreement, maka jika ada salah satu pihak yang melakukan kesalahan harus
diselesaikan sendiri dan tidak bisa menuntut-nya secara hukum.
C.
Struktur Dalam Surat
Perjanjian MoU dan Contoh Surat MoU Secara Umum
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan
dan harus tercantum dalam sebuah surat perjanjian kerjasama atau MoU, di
antaranya adalah:
1.
Kolom Pernyataan penandatangan pada surat perjanjian kerjasama atau MoU
yang dilengkapi dengan identitas ke dua belah pihak yang mewakilkan-nya.
2.
Kolom pengertian umum: Pada kolom ini harus di terangkan definisi
dibuatnya surat perjanjian kerjasama tersebut secara jelas dan terperinci.
3.
Tujuan di buatnya MoU: Cantumkan di dalam surat tersebut tentang maksud
dan tujuan di adakan-nya perjanjian ini.
4.
Lingkup Pekerjaan: Karena surat perjanjian ini hanya mengaitkan dua
pihak maka penjelasan lingkup pekerjaan untuk kedua belah pihak harus di tulis
secara jelas dan terperinci.
5.
Teknis Pelaksanaan: Adalah ulasan mengenai tanggung jawab dan jenis
pekerjaanyang harus dilakukan baik oleh pihak 1 atau pun oleh pihak 2. Jelaskan dengan sejelas-jelasnya dan
terperinci.
6.
Kewajiban, Sanksi Serta Upaya Hukum: Berikanlah sebuah gambaran tentang
kewajiban untuk seorang sanksi dan segala upaya hukum dan konsekuensi yang
dikenakan jika keduanya atau salah satu pihak tidak bisa mengerjakan pekerjaan
yang sudah diamanahkan.
7.
Penutup: Tanda tangan kedua belah pihak diatas materai sebagai bukti
surat perjanjian atau MoU ini dilandasi hukum.
Berikut adalah contoh
surat MoU sederhana yang resmi:
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut
ketentuan Pasal 1381 KUHP, ada
10 cara hapusnya perikatan, yaitu: (1) Karena pembayaran; (2) Karena penawaran pembayaran
tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; (3) Karena
pembaharuan utang; (4) Karena
perjumpaan utang atau kompensasi; (5) Karena
percampuran utang; (6) Karena
pembebasan utang; (7) Karena
musnahnya barang yang terutang; (8) Karena
kebatalan atau pembatalan; (9) Karena
berlakunya suatu syarat-batal; (10) Karena lewatnya
waktu.
Sedangkan M.o.U. diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang berbunyi: “semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagi undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Sedangkan tujuan diadakannya M.o.U adalah untuk
menghindari kesulitan pembatalan suatu aggretment nantinya dalam hal prospek
bisnisnya belum jelas lancar benar, adanya keraguan para pihak dan masih perlu
waktu untuk pikir-pikir dalam hal penandatangan suatu kontrak sehingga
untuk sementara waktu dibuatlah memorandum of understanding.
-DAFTAR PUSTAKA-
Basu Swastha, Dr., SE., MBA., Ibnu Sukotjo W., SE.,
Pengantar Bisnis Modern (Pengantar Ekonomi Perusahaan Modern), Liberty,
Yogyakarta, 1999, h. 12.
Ida Bagus Wiyasa Putra, Aspek-aspek Hukum
Perdata Intemasional dalam Transaksi Bisnis Intemasional,Refika Aditama,
Bandung, 1997, hal 39.
Munir Fuady, Hukum Kontrak, Dari Sudut Pandang
Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, (selanjutnya disebut
Munir Fuady 1), hal. 3
Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan
Praktek, Buku Kedua, PT. Citra Ditya Bakti Bandung, 1999, (selanjutnya
disebut Munir Fuadi II), hal. 1.